Forum Bangun Aceh (FBA)
  • Beranda
  • Tentang
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Dewan Pembina
    • Dewan Pengawas
    • Dewan Eksekutif
    • Mitra
  • Layanan
    • Pendidikan
    • TK and PAUD Nizamiya
    • Pemberdayaan Ekonomi
    • Disabilitas
    • Proyek ACBID
  • publikasi
    • Galeri
    • Cerita Perubahan
    • Buku dan Cerita Perubahan
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • Tentang
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Dewan Pembina
    • Dewan Pengawas
    • Dewan Eksekutif
    • Mitra
  • Layanan
    • Pendidikan
    • TK and PAUD Nizamiya
    • Pemberdayaan Ekonomi
    • Disabilitas
    • Proyek ACBID
  • publikasi
    • Galeri
    • Cerita Perubahan
    • Buku dan Cerita Perubahan
  • Hubungi Kami
B


​Wahyuni berBicara dalam sebuah rapat desa

Nur Wahyuni

​Nur Wahyuni (27) adalah perempuan dengan disabilitas psikososial (gangguan jiwa) dari desa Kanot, Kecamatan Syamtalira Aron, Aceh Utara. Dia serkarang telah pulih, dan bangkit menjadi perempuan mandiri dan tangguh—mampu menjadi orang tua tunggal bagi anak perempuannya, memiliki pendapatan sendiri dari usaha kecilnya, dan aktif dalam masyarakat.
 
Awal Mula Sakit
Mengenang sakitnya, ia mulai mengalami gangguan jiwa saat memasuki masa ujian akhir sekolah menengah atas. Namun dia bersyukur karena dia berhasil menamatkan pendidikan SMA nya. Kala itu prestasinya di sekolah cukup baik, terbukti dengan seringnya ia mendapatkan peringkat di sekolah. Hasratnya untuk meneruskan pendidikan pun cukup tinggi. Namun nasib berkata lain, kondisi ibu kandung saat itu yang juga memiliki riwayat gangguan jiwa membuat ekonomi keluarga semakin terpuruk.
 
Kondisi ibunya dan himpitan ekonomi keluarga scara perlahan ikut memperparah kondisi depresi yang dialaminya. Ia pun mulai ‘jalan-jalan’ di sepajang jalan desa sambil mengendong tirai meunasah, sehingga ia harus dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa di Banda Aceh untuk dirawat selama dua bulan.  
 
Dua tahun lalu, ujian lain menghampirinya, wanita berkulit putih ini diceraikan sang suami karena sang suami merasa dibohongi terkait kondisi yang dialaminya. Meskipun Wahyuni sudah berjuang dan juga ikut membantu merawat anak-anak tirinya. Menurut bibi-nya, sang suami tidak mengetahui jika istrinya memiliki riwayat gangguan jiwa sampai Wahyuni mengalami kekambuhan pada tahun 2018. Suaminya kemudian memutuskan untuk menceraikannya.
 
Kembali Menata Hidup di Desa Kanot
Semenjak bercerai, Wahyuni memutuskan kembali ke kampung halaman dan tinggal di rumah peninggalan orang tuanya dengan kondisi kurang layak—dinding tepas, lantai tanah, dan tumah tanpa sekat ruangan. Ia berjuang untuk pulih, kembali mendaftarkan dirinya sebagai warga Desa Kanot, dan berharap mendapat perhatian masyarakat sekitar. Ia pun menjaga konsumsi obatnya dan rutin mengambil obat di rumah sakit terdekat. Setahun terakhir ia bertahan hidup dengan bekerja serabutan, seperti membantu tetangganya memasak, serta mengandalkan bantuan sedeqah padi dari masyarakat sekitar saat musim panen.
 
Pertemuan staf proyek dengannya dimulai sejak Februari 2019 melalui proses pendampingan sosial guna mengembalikan rasa percaya dirinya dalam berinteraksi dengan masyarakat. Sebelumnya, dia sekali-sekali hanya keluar rumah untuk bekerja saja. Perlahan-lahan, ia mulai bangkit dan aktif terlibat dalam berbagai aktivitas proyek ACCMH, seperti dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) di Puskesmas, pertemuan motivasi religi,  dan kemudian mampu mengungkapkan keinginannya untuk berkegiatan produktif. Rasa percaya dirinya pun semakin terbentuk, termasuk ketika dilibatkan dalam aktivitas pelatihan pembangunan inklusif disabilitas untuk aparatur desa di Kec. Sy. Aron.  Malu-malu namun secara jelas Wahyuni mampu mengungkapkan kondisi yang ia alami, menceritakan perkembangannya di depan para aparatur desa.
 
Kanot Sebagai Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ) Percontohan
Dengan pendampingan proyek AC-CMH, Wahyuni memutuskan untuk beternak itik. Selain sudah mendapatkan ilmu untuk membuat telur asin dari aktivitas TAK yang diterimanya, seorang masyarakat lainnya dengan disabilitas psikososial mandiri dari desa tetangga yang juga penerima manfaat proyek, Ibu Halimah, bersedia mengajarinya cara beternak dan mengolah pakan.
 
Wahyuni juga mengatakan “Lebih baik saya beternak bebek daripada menjahit, saya khawatir kalau menjahit akan butuh waktu lama untuk belajar, dan saya takut orang tidak percaya dengan hasil jahitan saya, sehingga saya pusing dan kembali sakit. Sementara jika beternak, saya bisa rutin memperoleh hasil telur untuk diasinkan dan dijual, kalaupun tidak ada lauk, setidaknya sudah ada telur bebek”.
 
Pada akhir 2019, Wahyuni sudah beberapa kali menjual telur asin hasil ternak bebeknya, dan mulai melakukan pembukuan sederhana sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bersama anaknya. Bersamaan dengan upaya yang dilakukan proyek, kepala desa juga menyambut baik kehadiran proyek ACCMH dan menunjukkan komitmen dalam melakukan pemenuhan hak masyarakatnya, termasuk mereka dengan disabilitas lain. Lebih jauh, ketika ditanyakan oleh CO terkait rencana desa setelah mendapatkan Penyadaran Pembangunan Inklusi Disabilitas (DID), Kepala Desa menyampaikan “kami sebenarnya malu, padahal warga kami tapi kalian orang luar yang lebih peduli”. Sehingga ia merasa bertanggung jawab, berjanji akan melakukan sosialisasi pembangunan inklusif kepada masyarakatnya dan mengupayakan pemenuhan hak warganya karena  Wahyuni juga meyakini bahwa semua masyarakat memiliki kedudukan yang sama.
 
Akhirnya pada awal Juli 2019, aparatur desa berogotong royong dengan pemuda desa membuat kandang ternak itik untuk Wahyuni, sementara seorang masyarakat lainnya juga membantu penyediaan pakan itik dari olahan pohon sagu. Tidak hanya sampai disitu, aktivitas pembentukan DSSJ oleh Dinkes Kabupaten dan Puskesmas pada bulan Juli di Desa Kanot pun disambut baik oleh aparatur, terutama Kepala Desa.
 
Bersama-sama mereka sepakat untuk melakukan penganggaran dana desa untuk membangun rumah layak huni bagi Wahyuni dan anaknya. Perencanaan semula menggunakan dana tahun 2020, dipercepat dengan pembangunan yang dimulai pada Agustus 2019. Menariknya, salah satu persyaratan pembangunan rumah dengan dana desa adalah masyarakat harus berusia minimal 40 tahun. Namun wujud nyata adanya peningkatan pemahaman terkait pembangunan dan masyarakat inklusi terlihat ketika masyarakat sepakat untuk mengutamakan pembangunan rumah bagi Wahyuni, mengingat kondisinya cukup rentan, single parent, serta kondisi ekonominya yang lemah.
 
Semangat Wahyuni tidak sampai disitu, ia mengungkapkan keinginannya untuk menjadi kader agar memperdalam ilmunya terkait kesehatan jiwa. Setelah CO mengadvokasi ketua kader, Kak Ernawati dan anggotanya, mereka sepakat untuk melibatkan Wahyuni dalam membantu aktivitas di Posyandu dan sebagai keder jiwa. Semangatnya untuk pulih sangat tinggi, dan ia juga sangat aktif melibatkan diri di masyarakat disamping juga penerimaan masyarakat sangat baik. Selama bulan puasa Ramadhan kemarin pada April 2020, Nurwahyuni juga dipercayakan untuk bekerja membantu salah satu warga memproduksi kue kering lebaran dengan pendapatannya 500 ribu.
 
Selain itu atas keinginan sendiri, Nur Wahyuni juga ikut bergabung dengan Tutia Rahmi, salah satu penerima manfaat proyek juga yang mendapatkan pelatihan menjahit untuk menambah skill. Kader DSSJ, khairiah, tutor menjahit mengizinkan Wahyuni belajar tanpa harus membayar karena berbarengan dengan Tutia Rahmi. Dan selama 2 bulan berjalan pelatihan ia sudah mampu menjahit dengan pola baju sederhana. Dan bahkan setelah selesai pelatihan, Khairiah masih mengizinkan Wahyuni untuk tetap praktek menjahit di tempat kustumnya.
 
Semangat ingin merubah nasib sangat tinggi. Yuni ingin anaknya tidak mengalami hal yang sama seperti dia. “Saya akan melakukan apapun untuk anak” demikian selalu yang diungkapkan oleh Wahyuni.
 
Saat ini, ia masih terus bersemangat melanjutkan rutinitasnya memeliara ternak dan membantu tetangga jika jasanya diperlukan. Secara sosial, interaksinya dengan masyarakat sekitarpun semakin baik. Komitmennya untuk pulih tidak lagi terpuruk, berbanding lurus dengan penerimaan yang baik dari masyarakat DSSJ Kanot. Meskipun satu contoh baik dari Kanot ini belum dapat menyimpulkan Kanot sebagai desa inklusif secara menyeluruh, setidaknya semoga praktek baik ini menjadi contoh wujud DSSJ yang ideal. 

Rumah Bantuan Dari Desa Kanot
Rumah Selesai Dibangun, dan sekarang ditempati Wahyuni
Wahnyuni Membuat Kue Lebaran Selama Ramadhan
Picture
​Copyright@ 2022, Forum Bangun Aceh (FBA), All Rights Reserved

tENTANG fba 

Forum Bangun Aceh (FBA) adalah organisasi non-pemerintah, non-partisan, berbadan hukum Yayasan. FBA didirikan sebagai organisasi lokal untuk respons bencana tsunami 2004. FBA kemudian bertransformasi menjadi organisasi pembangunan, dengan fokus utama di bidang pemberdayaan masyarakat dan pendidikan.

Kantor FBA

Jl. Tgk. Abdurrahman Mns. Meucap, No 50,
Desa Emperom, Kec. Jaya Baru,
Kota Banda Aceh 23237
Tel: 0651 - 45204
Email: info@fba.co.id