Forum Bangun Aceh (FBA)
  • Beranda
  • Tentang
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Dewan Pembina
    • Dewan Pengawas
    • Dewan Eksekutif
    • Mitra
  • Layanan
    • Pendidikan
    • TK and PAUD Nizamiya
    • Pemberdayaan Ekonomi
    • Disabilitas
    • Proyek ACBID
  • publikasi
    • Galeri
    • Cerita Perubahan
    • Buku dan Cerita Perubahan
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • Tentang
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Dewan Pembina
    • Dewan Pengawas
    • Dewan Eksekutif
    • Mitra
  • Layanan
    • Pendidikan
    • TK and PAUD Nizamiya
    • Pemberdayaan Ekonomi
    • Disabilitas
    • Proyek ACBID
  • publikasi
    • Galeri
    • Cerita Perubahan
    • Buku dan Cerita Perubahan
  • Hubungi Kami

Potret Desa Pante Rawa; Desa Inklusif yang Ramah Disabilitas
Oleh Yelli Sustarina

Pertemuan dengan Keuchik Pante Rawa, tanggal 3 November 2020

“Kalau kamu mengalami disabilitas tiba-tiba bagaimana? Contoh kecilnya saja tumbuh bisul di paha, apa bisa menggunakan WC jongkok? Jangan pikir pembangunan WC yang akses untuk disabilitas hanya untuk beberapa orang saja. Sebab disabilitas itu bisa terjadi pada siapa pun, maka dari itu kita membangun aksesnya untuk memudahkan ruang gerak disabilitas.” (Basrizal; Keuchik Pantee Rawa)

Terlalu kecil menyebut Pante Rawa sebuah desa. Bila dibandingkan dengan desa yang ada di Kota Banda Aceh, desa ini lebih mirip dusun. Hanya butuh 10 menit mengitari rumah-rumah penduduk dengan berjalan kaki. Selebihnya, lahan persawahan dan deretan pohon rumbia yang mengelilingi desa yang berada di Kecamatan Suka Makmur, Aceh Besar ini. Jumlah penduduknya sekitar 110 jiwa dengan 35 kepala keluarga (KK). Dari jumlah tersebut, hanya lima orang disabilitas yang tinggal di desa ini. Namun, masyarakat sadar akan hak-hak orang disabilitas dan kelompok rentan lainnya, serta megupayakan dalam pemenuhan hak tersebut.

Melalui dana desa, di awal tahun 2020 telah dibangun rumah untuk disabilitas, pembuatan bidang miring bagi pengguna kursi roda, dan pemberian kursi roda kepada penyandang disabilitas. Di tahun 2021, sudah dianggarkan pembangunan WC umum yang bisa diakses oleh disabilitas, tidak hanya digunakan untuk disabilitas yang ada di desa tersebut, tapi juga bisa diakses oleh disabilitas lainnya yang datang berkunjung ke Desa Pante Rawa. Mereka ingin disabilitas yang ada di desa ini atau pun yang datang kemari, nyaman ketika menggunakan fasilitas umum.

 Munculnya berbagai fasilitas yang dibuat untuk penyandang disabilitas, tidak terlepas dari peran aktif kepala desanya dalam mengsosialisasikan hak-hak disabilitas kepada masyarakat. Awalnya bermula ketika Basrizal, Keuchik Pante Rawa mengikuti pelatihan disability inclusive development (DID) yang dibuat oleh Forum Bangun Aceh (FBA). Dari 20 kepala desa yang diundang dalam pelatihan tersebut, Basrizal menunjukkan ketertarikan akan isu disabilitas yang disampaikan dalam pelatihan tersebut. Melihat respons baik dari Keuchik Pante Rawa, tim FBA menelusuri lebih dalam mengenai desa ini hingga akhirnya didampingi menjadi desa inklusif.

Pada Oktober 2018, desa ini ditetapkan sebagai desa inklusif olah FBA. Syaifullah selaku Community Organizer (CO) yang mendampingi desa ini mulai memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat tentang disabilitas. Beranjak dari situ, terbentuklah kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang diberi nama KSM Bungong Asoka. KSM yang beranggotakan 19 orang tersebut juga melibatkan dua disabilitas dan tiga orang pendamping disabilitas di dalamnya. Ternyata lewat KSM ini, cukup banyak mendatangkan keuntungan, baik itu masyarakat umum maupun penyandang disabilitas. Khususnya dalam meningkatkan perekonomian mereka.
 
“Di bulan Februari 2020 lalu, pemilik Karibia Seafood membutuhkan atap dari daun rumbia dalam jumlah besar. Kebetulan masyarakat di Desa Pante Rawa banyak yang membuat anyaman atap ini, maka saya menghubungi pengurus KSM Bungong Asoka. Saya menanyakan kesediaan mereka untuk membuat anyaman tersebut dalam jumlah besar. Ternyata KSM menyanggupinya. Akhirnya mereka membuat 3500 pesanan atap daun rumbia, tidak hanya anggota KSM saja yang kejatahan pesanan, tapi juga seluruh mayarakat di Pante Rawa,” kata Syaifullah yang sudah dua tahun mendampingi desa ini.

Masyarakat sangat senang dengan adanya pesanan tersebut, bahkan Mirna disabilitas tunarungu wicara juga terlibat dalam pembuatan anyaman atap rumbia itu. Ia pun merasa dihargai karena ikut terlibat di kegiatan sosial ekonomi ini. Sejak saat itu, pesanan anyaman daun rumbia terus berdatangan yang tentunya menambah penghasilan masyarakat di Pante Rawa.

Selain itu, KSM juga memfasilitasi masyarakat untuk penjulan telur asin karena di daerah ini, dikenal dengan kualitas telur asinnya. Bagi anggota yang ingin meminjam uang di KSM dimudahkan karena KSM juga berfungsi sebagai tempat simpan pinjam. Seperti Rahmat, salah satu disabilitas di desa ini yang sangat terbantu dalam permodalan usahanya. Begitu pula dengan anggota kelompok cukup terbantu saat membutuhkan uang, bisa meminjamnya dari KSM. Kehadiran KSM Bungong Asoka di Desa Pante Rawa membuat banyak perubahan bagi masyarakat tersebut. Jauh berbeda saat sebelum FBA datang dan mengsosialisasikan tentang desa inklusif. 

Proses Menuju Desa Inklusif
Di awal kedatangan FBA di Desa Pante Rawa pada Oktober 2018, masyarakat mulanya meragukan tim ini. Mereka khawatir bantuan yang diberikan FBA ada iming-imingnya nanti di belakang. Bahkan saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) desa di tahun 2019, ketika FBA bersama kepala desanya mengangkat isu disabilitas dan mengusulkan anggaran untuk kebutuhan disabilitas, masyarakat malah menolaknya. Mereka belum paham mengenai disabilitas ini. Namun, Pak keuchik tidak menyerah begitu saja, begitu pula Syaifullah terus mencari celah bagaimana memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang disabilitas.

Di pertemuan KSM yang dilangsungkan setiap bulan, Syaifullah menyampaikan tentang disabilitas termasuk hak-haknya yang sama dengan masyarakat lainnya. Mereka juga diajak untuk membuka mata dan hati akan keadaan disabilitas di desanya. Keterlibatan disabilitas di dalam KSM membuat masyarakat lebih paham bahwa orang dengan disabilitas juga bisa berkegiatan bahkan bekerja.

Saat Musrembang tahun 2020, keuchik Pante Rawa kembali mengangkat isu disabilitas agar masyarakat setuju menganggarkan dana desa bagi penyandang disabilitas. Dibantu oleh tim FBA dan anggota KSM, akhirnya dianggarkanlah untuk membangun beberapa fasilitas yang memudahkan ruang gerak disabilitas. Jadi, dibuatlah rumah disabilitas, bidang miring bagi pengguna kursi roda, dan pemberian kursi roda kepada disabilitas.
Untuk anggaran tahun 2021, Pak Keuchik berencana membuat WC yang akses bagi disabilitas. Rupanya ada kecemburuan sosial bagi masyarakat lain yang mengatakan kenapa selalu disabilitas yang diprioritaskan? Sebab, jumlah mereka cuma hitungan jari dan WC tersebut sebenarnya bisa dibuat di rumah orang disabilitas saja dan tidak perlu dibuat secara umum.
​
“Saya mencoba menjelaskan kepada mereka, kalau seandainya ada tamu disabilitas yang datang ke kampung kita dan dia mau ke kamar mandi, apa mungkin kita suruh ke rumah orang disabilitas? Begitu juga kalau kamu mengalami disabilitas tiba-tiba bagaimana? Contoh kecilnya saja tumbuh bisul di paha, apa bisa menggunakan WC jongkok? Jangan pikir pembangunan WC yang akses untuk disabilitas hanya untuk beberapa orang saja. Sebab disabilitas itu bisa terjadi pada siapa pun, maka dari itu kita membangun aksesnya untuk memudahkan ruang gerak disabilitas.”
 
Begitulah Basrizal membuka pemahaman warganya mengenai akses untuk disabilitas ini. Dia berharap disabilitas mendapat perlakuan yang sama di masyarakat karena memang harusnya mereka mempunyai hak yang sama. Advokasi yang dilakukan FBA kepada Keuchik Pante Rawa  tentang desa inklusif, berhasil membawa perubahan di desa ini sehingga desa ini pun menjadi desa yang ramah disabilitas. Tidak hanya untuk disabilitas yang ada di desa tersebut, tapi juga disabilitas yang datang ke Desa Pante Rawa.
 
Beginilah potret Desa Pante Rawa. Meskipun desanya kecil dan jumlah penduduknya sedikit, tapi cara berpikirnya sudah inklusif. Kita berharap ke depan, desa kecil ini menjadi contoh bagi desa lainnya, agar perangkat desa dan masyarakat terpikir untuk membuat fasilitas bagi disabilitas. Sebab, dengan tersedianya fasilitas yang akses, akan sangat membantu ruang gerak disabilitas. 

Picture
​Copyright@ 2022, Forum Bangun Aceh (FBA), All Rights Reserved

tENTANG fba 

Forum Bangun Aceh (FBA) adalah organisasi non-pemerintah, non-partisan, berbadan hukum Yayasan. FBA didirikan sebagai organisasi lokal untuk respons bencana tsunami 2004. FBA kemudian bertransformasi menjadi organisasi pembangunan, dengan fokus utama di bidang pemberdayaan masyarakat dan pendidikan.

Kantor FBA

Jl. Tgk. Abdurrahman Mns. Meucap, No 50,
Desa Emperom, Kec. Jaya Baru,
Kota Banda Aceh 23237
Tel: 0651 - 45204
Email: info@fba.co.id