Forum Bangun Aceh (FBA)
  • Beranda
  • Tentang
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Dewan Pembina
    • Dewan Pengawas
    • Dewan Eksekutif
    • Mitra
  • Layanan
    • Pendidikan
    • TK and PAUD Nizamiya
    • Pemberdayaan Ekonomi
    • Disabilitas
    • Proyek ACBID
  • publikasi
    • Galeri
    • Cerita Perubahan
    • Buku dan Cerita Perubahan
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • Tentang
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Dewan Pembina
    • Dewan Pengawas
    • Dewan Eksekutif
    • Mitra
  • Layanan
    • Pendidikan
    • TK and PAUD Nizamiya
    • Pemberdayaan Ekonomi
    • Disabilitas
    • Proyek ACBID
  • publikasi
    • Galeri
    • Cerita Perubahan
    • Buku dan Cerita Perubahan
  • Hubungi Kami

Cikal Bakal Koperasi Gampong Bak Dilip
Oleh Ayu 'Ulya

Dalam Alquran, terdapat segelintir surah yang dinamai berdasarkan pemaknaan isinya, bukan kutipan kata yang terkandung dalam surahnya. Sebagai contoh, surah Al-Fatihah dan Al- Ikhlas. Oleh karenanya, kita tidak menemukan kata fatihah di dalam surat Al-Fatihah dan kata ikhlas dalam surat Al-Ikhlas. Al-Fatihah bermakna pembukaan dan Al-Ikhlas berarti Ikhlas atau memurnikan keesaan Allah swt. Prinsip unik inilah, keterbukaan dan keikhlasan, yang ternyata diadopsi sebagai kunci sukses perkembangan masyarakat sebuah desa di Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dikenal dengan nama Bunien.

Pagi jelang siang, kamis, 5 November 2020. Tim Forum Bangun Aceh (FBA) dan Hanifah, Community Organizer (CO), tiba di kantor geuchik Gampong Bunien. Kantor tersebut terletak persis bersebelahan dengan Posyandu Kasih Sayang. Saat menapaki halaman kantor, kami disambut sederetan tanaman hias yang tumbuh subur dan sehat.

Melihat kedatangan tim FBA, Pak Geuchik Marzuki langsung menyambut dan mempersilakan kami masuk kantor. Di kantor itu telah hadir sang perawat jiwa tokcer Puskesmas Simpang Tiga, Hafni, dan beberapa kader kesehatan jiwa lainnya. Tak berapa lama, berhadir pula Dewi Suryani, perwakilan Program Keluarga Harapan (PKH) Kecamatan Simpang Tiga yang bertempat tinggal di Gampong Bunien.

Desa Bunien didiami oleh lebih kurang 532 penduduk. Sekitar sebelas persennya tergolong dalam masyarakat fakir atau miskin. Mayoritas mata pencarian penduduknya adalah sebagai petani, nelayan, peternak, dan perajin emping melinjo. Menurut informasi, terdapat 4 orang disabilitas psikososial di Gampong Bunien. Sejauh ini, pihak gampong turut andil dalam pendampingan kesehatan jiwa mereka.

Menurut Hanifah, Bunien merupakan 1 dari 17 desa yang masuk dalam kategori Desa Sehat Siaga Jiwa (DSSJ) yang paling responsif terhadap Program Aceh Comprehensive Community Mental Health (ACCMH). Kader jiwa Gampong Bunien sangatlah peduli terhadap Orang Dengan Disabilitas Psikososial (ODDP) di desa tersebut. Perkembangan kesembuhan ODDP di Gampong Bunien tergolong masif. Dari awalnya mereka tidak pernah mau keluar dari rumah, hingga aktif berkegiatan di berbagai tempat.

Aminah sebagai contohnya. Dia merupakan salah satu penerima manfaat (beneficiaries) program ACCMH. Ia tergolong disabilitas psikososial yang sudah mandiri. Kini, Aminah mulai terbiasa berbaur bersama masyarakat. Dia pun telah terlibat aktif sebagai kader kesehatan jiwa Gampong Bunien.
Pada akhir tahun 2019, Aminah juga menerima dukungan dari gampong melalui Program Pemberdayaan Masyarakat. Program tersebut merupakan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui kegiatan menjahit. Program itu berlangsung berkat penganggaran dana dari Gampong Bunien.

Gampong Bunien tampaknya menjalankan aksi sesuai petikan visi yang dirancangnya, yaitu “Mewujudkan kemandirian gampong dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia…”. Geuchik Gampong Bunien juga menyampaikan bahwa keterbukaan dalam berdiskusi, pemberian kepercayaan, dan kebebasan dalam bekerja menjadi hal penting agar aktivitas di gampong dapat berjalan dengan lancar.
 
“Selama untuk masyarakat, hana  bantahan dari kamoe. Kamoe sabe musyawarah. Jadi, ureung nyoe watee keuneuk keurja, bebas. Menyoe masyarakat hana kompak, hanco mandum.” Jelas Geuchik Marzuki menekankan pentingnya komunikasi dan kolaborasi. Seakan setuju, para kader yang berhadir pun mengangguk-angguk atas pernyataan yang diutarakan Geuchik Gampong Bunien. Kemudian, Hafni juga menambahkan bahwa keaktifan dukungan geuchik terhadap program kesehatan jiwa juga dilatarbelakangi oleh pemahaman beliau akan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh terkait hak-hak disabilitas. Sang perawat menekankan makna kebebasan yang dinyatakan geuchik sebagai bentuk kebebasan kerja yang tetap sesuai aturan.

Pada awalnya, Gampong Bunien memiliki lima Kader Posyandu yang merangkap sebagai kader kesehatan jiwa (keswa). Mereka adalah Nurmasyitah, Rauzatul Jannah, Fitriani, Khairunnisa, dan Ratna. Pada tahun 2020, Aminah turut di-SK-an oleh Keuchik untuk bergabung sebagai kader juga. Sehingga, kini Gampong Bunien memiliki enam orang kader.

Geuchik Marzuki juga menambahkan bahwa faktor keikhlasan dalam mengabdi kepada masyarakat memegang peranan penting dalam sistem koordinasi Desa Bunien. Menurutnya, integritas dan ketulusan para kader kesehatan jiwa patut diapresiasi. 

“Menyoe kamoe inoe, geuchik ngen kader, satu arah. Keurja leubeh, awak nyan hana mengeluh.”  Puji Geuchik Gampong Bunien atas jerih payah para kader. Di samping dukungan geuchik, para kader menilai FBA turut memainkan peran krusial dalam proses pendampingan. Walaupun Bunien termasuk DSSJ dan pernah mendapatkan predikat Desa Percontohan, tapi kehadiran Program ACCMH dinilai membawa perubahan serius bagi masyarakat disabilitas psikososial. Pendampingan tersebut bahkan berhasil mendorong perangkat Gampong Bunien untuk mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk para Kader Jiwa. Kemudian, selaku penggerak PKH, Dewi juga menjelaskan bahwa kehadiran Program ACCMH baginya merupakan ide yang menarik. Kehadiran FBA merupakan sebentuk pendampingan persiapan mitigasi bencana kesehatan jiwa yang mungkin bisa melanda gampong kapan saja.
 
“Pertama sekali, kesannya ya unik. Karena pungo jih nyan. Supaya kalau enggak ada, jangan ada. Kalau sudah ada, ayo disembuhkan. Yang jangan bertambah lagi. Kan gitu.” Curhatnya menjelaskan alasan tertarik mendukung Program ACCMH.

 Sejalan dengan Dewi, Hafni juga menjelaskan bahwa kehadiran FBA mempermudah langkah para tenaga medis dalam mendampingi masyarakat. Apalagi program ACCMH bergerak di bidang pendampingan bukan membagi-bagikan uang. Masyarakat dibina dengan ilmu pengetahuan melalui berbagai pelatihan. Jadi, ODDP warga Bunien yang dulunya sering relaps kini semakin membaik. Menurutnya, Program ACCMH yang dihadirkan sejak 2018 telah memberikan solusi yang sungguh keren bagi permasalahan kesehatan jiwa masyarakat, termasuk di Gampong Bunien.
​
Di akhir sesi, Pak Geuchik Marzuki ikut beragumen. Dia menjelaskan bahwa terdapat begitu banyak perubahan positif terkait kesehatan jiwa selama berlangsungnya program ACCMH. Pak geuchik juga berharap nanti jika digelar kegiatan kesehatan jiwa kembali di  Gampong Bunien, pihak FBA dapat berhadir. Sehingga, FBA bisa melihat sendiri bukti-bukti nyata sejauh mana perubahan masyarakat yang dihasilkan dari program tersebut.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Picture
​Copyright@ 2022, Forum Bangun Aceh (FBA), All Rights Reserved

tENTANG fba 

Forum Bangun Aceh (FBA) adalah organisasi non-pemerintah, non-partisan, berbadan hukum Yayasan. FBA didirikan sebagai organisasi lokal untuk respons bencana tsunami 2004. FBA kemudian bertransformasi menjadi organisasi pembangunan, dengan fokus utama di bidang pemberdayaan masyarakat dan pendidikan.

Kantor FBA

Jl. Tgk. Abdurrahman Mns. Meucap, No 50,
Desa Emperom, Kec. Jaya Baru,
Kota Banda Aceh 23237
Tel: 0651 - 45204
Email: info@fba.co.id